Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2013

mencari diksi "kita"

aku hanya butuh waktu kalian tidak lebih dari 15 menit, untuk benar benar mengerti apa yang akan aku tulis. ini semua tentang bagaimana mencari diksi "kita" dan bagaimana menyatukannya. mungkin bahasa dari kata adalah lalu lintas yang paling tepat ketika waktu 15 menit terlalu berharga jika digunakan untuk mendengar orang lain berbicara. "kita" adalah tentang aku, kamu dan kalian. tentang sebuah persahabatan dengan awalan yang begitu indah. seindah ketika seorang ibu yang melahirkan bayinya. awal yang indah selalu menghadirkan akhir yang indah . begitu sebaliknya. aku , tak pernah menjadi "kita" , tanpa kamu dan kalian. kamu , tak pernah menjadi "kita" , tanpa aku dan kalian. kalian , tak pernah menjadi "kita" , tanpa aku dan kamu. jadi, "kita" adalah tentang bagaimana menyatukan ketiga diksi itu menjadi sebuah ikatan yang tak pernah putus. dan jika salah satu dari mereka hilang, maka segalanya tak lagi utuh. bahagiaku...

retorika hujan

entah sudah berapa kali puisi tentang hujan yang tercipta dari bahasa yang tak terucap. demi menghargai upaya Tuhan meniadakan resah dan amarah tentang suhu bumi yang tidak lagi bersahabat. hujan, sesederhana ketika aku hanya duduk memandangmu. melarang kedua mataku beranjak ke tempat yang sedang menitik oleh tetes tetes air mata Tuhan. membentuk sebuah lingkaran keabadian tentang cinta yang tak pernah putus dari Tuhan kepada hambaNya. eh Tuhan tidak sedang menangis. Tuhan juga tidak sedang tertawa terbahak bahak hingga menurunkan kadar keagunanNya. hujan hanyalah proses Tuhan yang sedang memberi kemudian diterima dengan baik oleh manusia, tapi terkadang juga tidak. artikan saja hujan dengan sederhana, kalian paham maksudku? jika tidak berarti bagi kalian hujan itu terlalu indah untuk diartikan dalam kamus manapun. yang pada akhirnya hanya timbul sebuah hujatan tentang hujan. saya gak mudeng nulis apaan, saya cuma cinta hujan. utdah itu doang. kompleksnya silakan renungkan :)...

sang berdikari

bukan tentang hukuman pasung yang lama mengungkung kemudian dilepas. bukan tentang bagaimana aku berlari menembus mimpi tanpa batas kaidah yang mengikat. bukan untuk berusaha lari dari kenyataan akan dunia yang fatamorgana. dan juga bukan karena ingin merasa rindu dan dirindukan oleh kehidupan masa kecilku. ini hanyalah pergerakan hati yang berusaha keluar dari wilayah aman. tempat segala keinginanku terjamah. dimana aku hanya bisa berteman dengan segala puisi yang bila dibiarkan terlalu lama akan luntur termakan jaman. mencumbui waktu di malam hari merintih pada Sang Ilahi . mencari sejuta kebahagiaan di jagat negeri yang mengintip jendela kamarku. tempat aku menidurkan segala mimpi mimpiku. merebahkan jiwaku pada perasaan pasrah selepas berjuang seribu langkah. aku tidak sedang terikat oleh perasaan apapun, tak juga ada kebencian yang mematri anganku. aku hanya ingin bebas. berdiri layaknya sang berdikari. melangkah pasti pada mimpi yang kuyakini.

Terakhir

kuharap ketika tulisan ini terbaca oleh sekian pasang mata yang masih peduli kepada makna dari kata kata, aku hanya ingin kalian tak lagi terbawa dalam suasana yang aku tulis. tetaplah kepada perasaan Anda hari ini dan saat ini juga sebelum aku membawa kalian kepada duniaku yang ingin kuakhiri. baiklah, entah berapa macam kejadian yang aku lalui akhir akhir ini. perasaan yang tak bisa aku jelaskan. aku benci keadaan ini. saat diriku sendiri pun tak tau apa yang sedang aku rasakan. lalu, bagaimana aku bisa bercerita kepada orang lain dan juga kepada blog ini? aku tak pernah mendapat jawaban pada saat itu. berpuluh puluh menit aku habiskan untuk diam tanpa menulis. itu durasi terlama bagiku tanpa mengungkapkan sedikitpun perasaanku. perasaanku sedang bertengkar hebat dengan otakku. keinginanku tak lagi bersahabat dengan kenyataan. aku bingung. dan aku tak punya tempat untuk meneriakkan seluruh isi hatiku. tak ada seseorang yang menyediakan telinganya untukku. bibirku terlalu beku ...